Tugas 9 – Josephine

Jenis tema cerita: Kisah nyata

Petunjuk cerita: Jump suit, Mama, Dunia

Petunjuk gambar: Jump suit, Blue, Yellow

Judul cerita: I am Your’s Joy – Series 2

Author: Josephine

Sampul depan:

20190905_193314_0000.png

Sampul belakang:

20190905_193315_0001.png

Punggung buku:

20190905_193315_0002-01.jpeg

Advertisement

Tugas 9 – Kayla

Tema : Festival atau Perayaan

Petunjuk cerita : Kembang api

Petunjuk gambar : Malam

Judul cerita : Kembang Api Yang Menyala

Nama penulis : Kayla Azzahra Batubara

Sampul depan :

SD KAYLA9.png

Sampul belakang :

PB KAYLA9 2.png

Punggung buku :

PB KAYLA9

Cerita :

Pada sore hari ada seorang anak perempuan yg namanya Annisa, dia sering dipanggil Nissa. Anak ini sangat sederhana hidupnya. Pada awalnya, temannya yaitu Dilla sedang mengajak nisa untuk menyalakan kembang api pada malam tahun baru. Nissa lalu menjawab Bisa…, tapi jam berapa nih… hidupin kembang apinya?” “Jam 8 pas. Sampai jam delapan lewat 25 yaa… Nissa” jawab Dilla. “Iya! Aku pulang dulu ya! Mau magrib nih..” kata Nissa pamit.

BEBERAPA JAM KEMUDIAN….

“Assalamu’alaikum Nissa….. yuk main kembang apinya!” “Yuk! tunggu sebentar ya…!” Nissa menyahut dari dalam ruahnya. “Ayo! kita nyalakan kembang apinya! satu… dua… tiga…!!!!” duarrrrr….. “Wahh… cantik sekali ya..” gumam Nissa. “Iya..” kata Dilla, tersenyum. “Yaah… sudah habis kembang apinya!” kata Nissa pelan. “Tenang! Kan masih ada dua lagi ….!” kata Dilla. “Masih ada lagi ya? yeay! Yuk hidupin lagi!” kata Nissa senang. “1….2….3…. yeeeehhhh …. keren sekali! Wah! waktunya habis!” kata Nissa sambil melirik jam di tangannya.  “Baiklah! Ayo kita pulang!”  “Aku pulang dulu ya Dilla!” Nissa melambaikan tangannya. “Ya! Aku juga pamit pulang!” Dilla balas melambaikan tangannya. Hari itu, Nissa dan Dilla senang sekali…

Tugas 9 – Amanda

Petunjuk cerita: Lentera, Malam, Sore, Camilan
Petunjuk gambar: Lentera, Malam

Judul: Incident Before Festival
Nama Penulis: Amanda Cahyani (Amanda)
Tema/Genre: Lantern Festival (Festival Lampion)

==~ Sampul Kesatu ~==

 

==~ Sampul Depan ~==

Incident Before Festival 1 - Sampul Depan

 

==~ Sampul Belakang ~==

Incident Before Festival 1 - Sampul Belakang

 

==~ Punggung Buku ~==

Incident Before Festival 1 - Punggung Buku

==~ Sampul Kedua ~==

 

==~ Sampul Depan ~==

Incident Before Festival 2 - Sampul Depan

 

==~ Sampul Belakang ~==

Incident Before Festival 2 - Sampul Belakang

 

==~ Punggung Buku ~==

Incident Before Festival 2 - Punggung Buku

==~ Sampul Ketiga ~==

 

==~ Sampul Depan ~==

Incident Before Festival 3 - Sampul Depan

 

==~ Sampul Belakang ~==

Incident Before Festival 3 - Sampul Belakang

 

==~ Punggung Buku ~==

Incident Before Festival 3 - Punggung Buku

==~ Cerita ~==

“Aorii! Ini kenapa lampionmu kau taruh sembarangan?! Cepat bereskan!” omel Ibunya.
“Iya, bu..” ucap Aori malas.
“Jangan malas! Nanti malam kan mau diterbangin! Kalau ke injek gimana?” ucap ibunya lagi. Aori membereskan bekas guntingan-guntingan sisa lampion dan mengambil lampion itu untuk ditaruh di kamarnya.

Nanti malam akan ada acara menerbangkan lampion sebagai tanda menyambut hari yang baru. Lampion itu dinyalakan menggunakan lilin yang dipasang di tengahnya. Mereka akan menerbangkannya di sungai dekat lapangan pada jam setengah 8 malam.

“Hmm.. Aku taruh diatas meja saja deh,” Aori menaruh di atas meja belajarnya. Lalu dia rebahan di atas kasurnya. “Sekarang ngapain ya?” Aori bingung sendiri.
“Baca buku saja deh,” Aori bangun dan mengambil salah satu buku favoritnya dari rak buku. Judulnya Elly’s Elf Journey. Lho? Kok jadi promosiin buku sendiri.. Hehehe.. 1 jam Aori membaca. Lama-kelamaan dia mulai bosan juga. Dia sudah membaca nyaris semua buku yang ada di raknya!

“Huuh.. bosan,” Aori melempar buku yang sedang dia baca sembarangan.
“Ngapain lagi yaa..” Aori melihat kamarnya yang super acak-acakan bak kapal pecah. Akhirnya dia pun membereskan buku-bukunya dan menaruhnya di tempat asalnya.
“Aorii! Temanmu memanggil!” panggil ibunya dari lantai bawah.
“Oh? Iya bu! Segera kesana!” Aori mempercepat beres-beresnya saking buru-burunya, tak sengaja dia menyenggol lampion diatas mejanya dan menginjaknya!

BRET!

Salah satu bagian lampion itu ada yang sobek.
“Bret?” Aori mencari asal suara itu yang ternyata berasal dari bawah kakinya!
“LAMPIONNYAAA!!” Aori berteriak panik.
“Ada apa sih, Aori?” ibunya yang mendengar suara itu kaget dan bertanya. “Temanmu sudah menunggu di ruang tamu tuh!”.

“Iy.. iya bu!” Aori buru-buru mengambil lampion yang sobek itu dan menyembunyikannya di balik kursi. Aduuh.. Gimana nih? Kalo ibu tahu kalau lampionnya sobek, mati aku! Ucap Aori dalam hati. Aori turun kebawah seolah tidak terjadi apa-apa.

“Kenapa dari tadi kamu ribut sekali sih?” tanya ibunya sambil menuang teh dingin kedalam gelas. Aori hanya cengengesan.
“Nih, kasih teman-temanmu. Mainnya di kamarmu saja ya!” ibunya menyodorkan nampan berisi teh kearah Aori. Aori menerimanya, lalu mengajak teman-temannya yang sedang menunggu di ruang tamu.

“Oh, Reiri dan Fukuko. Ayo kita ke kamarku,” ajak Aori. Reiri dan Fukuko masuk ke kamar. Mereka mengobrol bersama. Reiri memilih topik tentang festival lampion nanti malam.
“Nah, dimana lampionmu Aori? Aku ingin melihatnya dong,” kata Reiri penasaran.
“Uuh.. lampionku.. Yah.. sebenarnya..” Aori akhirnya menceritakan kejadian tadi.

“APAA?! Terus? Lampionnya?! Kamu nanti nggak nerbangin lampion dong?! Terus nanti gimana? Nanti..” oceh Reiri sambil sedikit teriak.
“Jangan berisik Reiri, pelan-pelan, satu-satu pertanyaannya. Lalu dimana lampion itu Aori?” selak Fukuko tenang.

“Ah, ini lampionnya.” Aori berdiri dan mengambil lampion yang dia sembunyikan di balik kursi.
“Wah, robek. Mungkin sudah tidak bisa diperbaiki,” kata Fukuko mengamati lampion itu.
“Tapi kita bisa buat yang baru,” kata Fukuko lagi.
“Eh? Buat baru? Tapi lilinnya gimana?”
“Aku sudah kehabisan lilin di rumah. Itu yang terakhir,” kata Aori bingung.
“Ya, kita beli lagi saja.” Fukuko mengecek jam.
“Masih jam 2 siang. Kalau kita berangkat sekarang mungkin masih ada waktu sampai sore,” kata Fukuko bangkit. “Ayo!”.

Mereka pulang setelah 1 jam membeli lilin. Wkwk.. lama amit ya.. lilin doang padahal. Fukuko membongkar semua barang-barang yang baru saja dibeli mereka. Woaw.. ada kertas untuk lampion yang baru. Lilin, dan.. coklat? BUAT APAA?? Ternyata, Reiri yang membelinya. Dia bilang, coklat bakal enak buat dimakan sebagai camilan pada saat sedang kerja.

Fukuko mengambil kertas dan mulai membentuknya menjadi lampion. “Reiri! Tolong ambilkan gunting itu dong,” minta Fukuko. Dia menyodorkan tangannya tanpa melihat. Reiri mengasih apa yang Fukuko minta.

Fukuko nyaris selesai membuat kerangka lampion. Reiri dan Aori ikut membantunya. Fukuko pintar dalam bidang kreativitas. Jadi Reiri dan Aori yang masih nooby hanya membantu mengambilkan atau memotongkan barang yang diminta.

(Btw, Fukuko itu anak orang kaya lho, ngga kaya raya banget sih. Nggak kayak Kintan, dari karakter cerita Cantika.) waktu sekarang menunjukkan jam 5:30 sore. Berarti mereka sudah menghabiskan 2 jam 30 menit hanya untuk membikin 1 lampion! Oh mai gat. Lama amat!

“Fiuh! Akhirnya selesai,” ucap Fukuko mengusap dahinya yang keringatan. Lampion itu sudah jadi! Tampak seperti baru (karena emang baru). Dan tidak terlihat habis hancur diinjak.
“Yeey! Thanks Fukuko!” kata Aori gembira. Sekarang lampion selesai. Tinggal menunggu festival deh!
“Yup, you’re welcome Madam. Ongkosnya hanya Rp. 100.000 saja.” canda Fukuko.
“Eeeh? Bayaar? Kita teman kaan? Pleasee, duit jajan di celenganku tinggal 100 ribu nih..” mohon Aori berbinar-binar.

“Hahaha.. bercanda kok. Jangan dirusakin lagi ya!” tawa Fukuko puas. Dia berhasil melihat wajah berbinar-binarnya Aori yang jarang terlihat.
“Sudah ya! Kita mau pulang dulu. Jangan diinjek lagi loh!” ucap Reiri. Dia berdiri dan pergo keluar kamar. Diikuti oleh Fukuko. “Ketemu di festival!” Fukuko sempat terlihat berkedip sebelum menutup pintu kamar.

Jam 7. Ayah, Ibu, dan Aori naik mobil ke sungai Ozuna di dekat lapangan Norcs. Sesampainya disana, sudah ada banyak orang yang datang. Banyak dari mereka sudah menyalakan lilin lampionnya, siap diterbangkan dengan secarik kertas berisi harapan.

Walikota datang. Aori juga ikut menulis harapan. Semua memberi aba-aba. 3.. 2.. 1! Di hitungan 1 semua orang menerbangkan lampion mereka berbarengan. Aori melihat Fukuko dan keluarganya di ujung dermaga dan Reiri beserta keluarganya juga di dekat sungai.
Malam yang menyenangkan! Meskipun ribet dikit sih tadi pagi… ucap Aori dalam hatinya.

~The End~

Tugas 9- Jaihan

Tema: Acara atau perayaan

Petunjuk cerita: Cemilan

Petunjuk gambar: Cemilan dan malam

Judul: Api Unggun

Nama penulis: Dzakiyyah Jaihan

Sampul depan:

Sampul belakang:

Punggung Buku:

Cerita:

Api Unggun
Matahari kian meninggi. Cahayanya makin panas, membuat badan gerah. Enaknya minum dingin-dingin. Lapangan juga mulai sepi, eh… bukannya dari tadi emang sepi? Petualang pergi berburu. Lama banget, mungkin mereka banyak medapat buruan. Perlahan terdengar suara tawa dan percakapan. Petualang keluar dari hutan.
“Ealah.. Yazid katanya tadi mau buru rusa, tapi cuman dapat ikan..!” Asad tertawa terbahak-bahak, menunjuk-nunjuk Yazid.
Yazid garuk-garuk kepala. “Rusanya lari cepat, makanya aku nggak bisa dapat.”
“Ihh.. Yazid banyak alasan nih..” Laila menggoda Yazid (Kakinya masih pincang).
“Oi! Diam lah.” Hardik Yazid menatap Laila tajam, Laila hanya nyengir.
“Eh, tapi kita semua dapat buruan nih…” Kata Aulia melerai.
“Hah..iya. Nanti kita hitung bersama, ya..” Ajak Nazira riang. Semua mengangguk setuju.
Mereka segera menuju dapur petualang. Mengumpulkan seluruh hasil buruan. Ada daging Rusa, Kambing, dan Ayam hutan. Ada juga Udang, Ikan sungai, dan tumbuhan-tumbuhan hutan, dijamin semuanya lezat, asal yang masak Aulia, petualang iseng menggoda Aulia di dapur. Mereka juga memetik buah-buah hutan. Ah… seperti akan ada acara Api unggun saja.
“Oi, banyak sekali!” Seru Aulia riang, tangannya sudah gatal ingin memasak.
“Makanya kita hitung dulu.” Ucap Nazira menatap bingung seluruh hasil buruan, mau diapakan semuanya?
“Ayo kita hitung lansung..!” Seru Haura tak sabaran, Laila mengusap punggung Haura, sabar…, mungkin begitu maksudnya.
“Oke, kita akan mulai.” Kata Nazira mengeluarkan buku tulis berukuran A6 dan pena.
“Yazid, Asad, Aulia. Kalian pisahkan satu-satu kelompok dan jenis hasil buruan kita.” Perintah Nazira sembari menunjuk Yazid, Asad, dan Aulia dengan penanya.
“Eh, kita nggak nentuin ketua dulu nih?” Tanya Aulia.
“Nggak usah, Nazira saja yang jadi ketua.” Laila yang menjawab. Semua mengangguk setuju.
Asad, Yazid, dan Aulia mulai bekerja. Hasil buruan Rusa dikumpulkan dalam satu kelompok, kambing dalam kelompok kambing, udang dalam kelompok udang, ikan dalam kelompok ikan, ayam dalam kelompok ayam, buah dalam kelompok tumbuhan, dan tumbuhan hutan dalam kelompok tumbuhan. Lengkap sudah. Tapi ada kejadian yang membuat dapur ribut.
Aulia membuka plastik yang berisi tangkapan ikan milik Yazid. Tapi…
“Hua…!”Aulia histeris melempar sebuah plastik bening yang ada di dalam plastik hasil tangkapan ikan Yazid.
Apa sih isinya? Semua jadi penasaran.
“Ada apa, Aulia?” Semua orang bertanya keculi Yazid, dia terlihat salah tingkah, tentulah dia tahu apa itu yang dilempar Aulia.
Aulia hanya menunjuk plastik bening itu dengan menutup mata, dia tidak berani membuka mata sebelum plastik itu dibuang. Semua mendekat dengan hati-hati, ingin tahu di dalam plastik itu apa. Mengapa Aulia bisa sehisteris itu?
Semua tersentak, mundur menjauh, geli melihatnya. Semua menatap tajam ke arah Yazid. Yazid pura-pura tidak tahu.
“Yazid..!!!” Nazira berteriak kencang bagaikan singa yang mengamuk.
Yazid menutup telinga, merasa pekak. Lalu dia menatap semua orang sembari tertawa kecil.
“Apaan sih kamu? Kenapa malah tangkap katak..?” Tanya Laila kesal.
“Aku tadi cuman mau main aja.” Jawab Yazid malu.
“Sekarang kamu buang itu katak, udah penyet..! Kayak ayam penyet! Kamu mau makan??” Nazira berseru kesal, kesal sekali, dia serasa ingin mengutuk Yazid jadi katak.
“Hiii.. pantesan plastiknya Yazid bau. Geli deh mau makan ikan tangkapan mu..” Asad pura-pura menjadi penggeli.
“Oi! Itu kan beda plastik.” Kata Aulia menatap Asad.
Yazid mengambil plastik berisi katak penyet itu. Lalu membuang dengan menutup hidung. Puk-puk, Yazid menepuk tangannya.
“Cuci tangan mu, Yazid.” Kata Aulia. Yazid menuruti saja.
Itu lah yang terjadi. Mereka melanjutkan pekerjaan lagi hingga selesai.
“Sekarang coba hitung Rusa ada berapa plastik?” Tanya Nazira bersiap mencatat.
Aulia menghitung dengan cepat. Sesaat kemudian didapat lah angkanya.
“Lima.”
Nazira mencatat.
“Sekarang hitung Ayam.” Kata Nazira. Aulia mengangguk.
Mulai menghitung lagi, lalu memberitahu angkanya. “Tujuh.” Dan Nazira mencatat lagi.
“Udang?” Tanya Nazira.
Aulia menghitung lagi, lalu memberi tahu. “Empat.”
“Emm.., Sekarang ikan.” Kata Nazira sembari mentusuk pipinya sendiri dengan pena.
Aulia kembali menghitung. “Enam.”
“Terakhir, sayur dan buah.” Kata Nazira usai mencatat.
“Ada lima kantong plastik.” Aulia menyebut angka terakhir.
Nazira melihat serius catatannya. Oi? Nazira bingung.
“Banyak sekali buruan kita.” Nazira mengabari.
“Asiik….!!” Seru Aulia.
“Mau kita apakan semua ini?” Tanya Nazira bingung, dia mulai berfikir.
Laila, Aulia, dan Yazid ikutan berfikir. Emm…? Laila berfikir tajam, mencari jalan keluar yang tepat. Yang diinginkannya adalah bagaimana caranya agar untung dan tidak rugi? Bagaimana caranya menggunakan semua hasil buruan ini?
“Kita masak saja semuanya.” Aulia memberi usulan, ah, pikirannya selalu masak.
“Lalu bagaimana cara menghabiskannya? Sampai kita tamat dari sekolah Petualang, buruan ini tak bakal habis.” Komentar Laila, tepat dan cerdas.
Mereka berfikir lagi. berfikir dengan cermat dan matang-matang.
Tiba-tiba terlintas ide konyol di kepala Yazid. “Aha..!” Seruannya menjadi perhatian. “Kita kemabalikan saja seperti semula.”
Oho,ho..!
“Hebat ya, idenya. Kamu pikir kita ini tuhan? Sehingga bisa menghidupkan kembali makhluk yang sudah mati?” Tanya Nazira ketus. Yazid garuk-garuk kepala, baru sadar atas ucapannya.
“Yee.. Yazid. Kembalikan lah katak penyet itu seperti semula, kalau kamu pikir kamu bisa.” Aulia cengesan, menambah rasa malu Yazid.
“Eh, bagaimana kita berikan ke warga-warga sekitar sini?” Usul Nazira, itu ide bagus tapi kurang tepat.
Laila menggeleng. “Itu ide bagus. Tapi apakah kita akan memberikan setiap warga satu ikan? Satu potong daging? Satu paha Ayam? Satu Udang? Itu akan membuat mereka jengkel, bukan berterimakasih.”
“Lalu, apa ide mu?” Tanya Haura kepada Laila.
Laila tersenyum, terlintas ide cemerlang di kepalanya. “Kita buat acara, nanti malam.”
“Hah?” semua terkejut serempak.
“Kenapa harus acara?” Tanya Asad bingung.
“Iya, nanti malam pula.” Timpal yang lain.
“Biar seru, dan buruan kita akan berkurang, pas untuk seminggu lagi, kita akan tamat. Oya! Besokkan dokter Lala akan pulang, acara ini bisa juga dijadikan untuk acara melepas dokter Lala.” Jelas Laila tersenyum-senyum. Semua mengangguk setuju.
Mulailah mereka bekerja, membagi tugas. Aulia, Khansa, Enisya, Amaroh, Syifa, dan Humairoh bertugas di dapur, masak. Nazira, Ana, dan Haura bertugas membersihkan lapangan. Asad, Syafiq, Thariq, Amer, dan Harun bertugas mengambil kayu bakar dan mengangkat tikar. Yazid, Khalid, Omar, Ikrimah, dan Thalha bertugas menata dan menyiapkan piring, gelas, dan bahan yang kurang. Sedangkan Laila sendiri kocar-kacir memantau.
Di dapur, Petualang sibuk mencari menu masakan yang enak.
“Menu kita kebab turki dan susu saja.” Usul Aulia.
“Nggak ah, Ramen saja.” Enisya membantah, jelas-jelas dia suka sekali makanan khas Jepang itu, makanan ala Naruto, Naruto itu film kesukaan Enisya.
“Sushi saja kalau kamu mau makanan Jepang.” Syifa berucap tegas.
“Nasi Kebuli saja, aku pandai memasaknya.” Usul Khansa, Nasi kebuli? Makanan khas Arab.
Amaroh menggeleng kuat. “Bagimana kalau Hamburger saja? Atau Krabi patty saja.”
“Lotek saja, itu makanan tradisional Indonesia. Seharusnya kan kita melestarikan makanan ala Indonesia, bukan makanan negara luar.” Itu usul yang bagus dari Humairoh.
“Boleh juga, lalu tambah satu menu. Mie Api.” Ucap Aulia. Kata-katanya benar membuat semua orang tersedak dan terkejut. Mie Api? Di Pentas Hobi saja Mie itu tidak laku.
“Bisa bolak-balik kamar mandi orang nanti.” Enisya nyengir lebar. Aulia sebal makanan kesukaannya dicela.
“Kalian belum mulai?” Ada yang bertanya, itu Laila yang mendengar keributan di dapur.
“Belum tahu menunya apa.” Jawab Khansa polos.
“Emang kalian mau menunya apa?” Tanya Laila mengelus dagunya.
Semua lansung rebutan menjawab.
“Kebab turki!”
“Tidak! Ramen!” Seruan lain.
“Sushi!!”
“Oi, nasi kebuli!”
“Hamburger!!”
“Lotek! Makanan tradisional!!”
“Mie Api!!” Seru Aulia, semua terdiam.
Laila geleng-geleng kepala melihat kelakuan teman-temannya. “Tidak usah ribut, masak saja yang ingin kalian jadikan menu. Buruan kita banyak, tidak mungkin menunya satu atau dua.” Laila mengusulkan cara yang tepat. Semua mengangguk setuju.
“Tapi jangan jadikan Mie api sebagai menu acara, itu akan merusak acara. Bukannya aku mau mencela Mie api ya… Emang kita semua disini bukan orang yang tahan pedas seperti kamu, Aulia.” Jelas Laila tersenyum. Aulia hanya mengangguk kecil.
“Oya, jangan lupa tambahkan satu menu utama. Ikan darah. Itu makanan kesukaan dokter Lala.” Kata Laila menambah satu menu spesial. Yang lain mengangguk.
Sedangkan di lapangan, semua berjalan lancar. Hanya saja Yazid sesekali menjadi TJPM seperti tabiatnya, usil dan jahil, sukanya mengganggu orang lain.
~~~
Akirnya semua selesai sebelum magrib. Semua lelah, sama-sama lelah. Makanan telah tersusun rapi di atas tikar besar. Ada tela-tela, susu, kue, kebab, nasi kebuli, buah-buahan, sayur sup, ayam kecap, sushi, ramen, dan masih banyak lagi. ada juga cemilan seperti kerupuk dan pop crond. Ada juga jagung dan ikan bakar. Nyeemm… dijamin semuanya lezat.
Aulia yang memang hobinya memasak, tentu tidak akan berhenti memasak jika bahan-bahan masih banyak. Dia meminta Asad menyalakan api di pinggir kemah, lalu dia menegakkan kayu penyangga. Dia pun mulai memasak di atas api, seru sekali. Acara ini berlansung di pinggir kemah. Asad menyalakan api lagi ditengah-tengah kemah. Bukan untuk masak, tapi api ini adalah inti acaranya. Acara ‘Api Unggun’.
“Dokter Lala!!” Seru Laila berlari mendekati dokter Lala dengan kakinya yang pincang, kalau berjalan pincangnya tidak terlalu kelihatan.
“Laila. Ada apa?” Tanya dokter Lala sembari jongkok, dia menatap Laila tersenyum.
“Acara Api Unggun kejutan..!!” Laila membentangkan tangannya. Semua petualang melambaikan tangan ke arah dokter Lala.
Dokter Lala berdiri, wajahnya sumringah. Dia membaca tulisan sepanduk yang digantungkan diantara dua pohon. “Kami ingin melepas kepergian dokter Lala…”. Dokter Lala tersenyum lebar membaca tulisan itu.
Laila menarik dokter Lala ke tikar yang penuh dengan makanan.
Setelah sholat magrib, Haura pergi memanggil para jendral untuk makan. Yazid pergi memanggil kapten. Asad pergi memanggil para letnan. Semua pun datang. Mereka duduk di tepi-tepi tikar. Mereka bersiap untuk makan, makanan sudah mereka ambil dan mereka letakkan di piring masing-masing. Satu-persatu menyamtap makanan di piring masing-masing.
“Oi! Aku ketinggalan..!!!” Aulia berteriak, dia belum selesai memasak menu terakhirnya. Nasib-nasib… Chef yang terlalu semangat memasak. Yang masak malah nggak makan. Semua tertawa, sedangkan Aulia salah tingkah.

Setelah menu terakhir Aulia selesai, Aulia pun lansung masuk kedalam kelompok perempuan. Dia tidak membawa masakan terakhirnya itu.

“Eh, Aulia. Itu makanannya nggak dibawa kesini?” Tanya Nazira.

“Aku mau kasih Zia dan teman-temannya.” Jawab Aulia enteng.

Semua tersedak. “Siapa itu Zia?” Tanya Laila.

“Sahabat ku.” Aulia menjawab polos.

“Kenapa harus dikasih ke orang? Kenapa nggak kita aja yang nikmati?” Tanya Haura dengan wajah datar.

“Kan menu kita kelebihan. Kalau kita punya makanan yang lebih, kita hadiahkan ke orang lain, biar dapat pahala.” Jawab Aulia mantap, yang lain hanya mengangguk petanda setuju.

“Mungkin nanti mereka juga bakal kasih kita balasan makanan yang lezat.” Aulia nyengir lebar.

“Kamu pengen dapat imbalan?” Tanya Nazira melotot.

Aulia buru-buru menggeleng. Sehabis makan Aulia lansung izin keluar. Dia menghadiahkan makanan itu kepada Zia dan teman-temannya. Zia dan teman-temannya (Karakter Namira) mengucapkan terimakasih.

Tugas 9-Aila

Jenis tema cerita:Perayaan.

Petunjuk gambar:Mainan.

Petunjuk cerita:Mainan,Hari anak.

Penulis buku:Aila Dinara

Judul:Homemade Teddy.

Sampul depan:20190816_135821_0000

Sampul belakang:1565967606947

Punggung buku:20190816_160430_0000

CERITA:
HOMEMADE TEDDY.
Today is Kids’s Day!
I am SO happy that it is,because Mum and Dad said they’re gonna do something so SPECIAL,which I am excited about.Though,the morning was just the exact same.I had my breakfast,brushed my teeth.But,I was told to get changed into my OLDEST clothes.I picked my horrible ragged jeans and my bleached purple shirt.I went downstairs to see my parents.It turns out THEY were wearing they’re worst oldest clothes too.
“Oh goody Alya,you’ve changed all your clothes!”smiled Mum.
“So,what are we gonna do today?”I wondered.
“We are…
MAKING A HOMEMADE TOY!”
“Really?Wouldn’t that be hard?”I worried.
“No,not really.Look,you see how Mum’s good at knitting and sewing and you’re good at crafting?Well,with you two,we’ll make great progress with the toy,”informed Dad.
“Oh yeah,I forgot.Anyways,can we make a homemade teddy?”
“Yes,of course Alya!Okay,c’mon,quickly get your hijab,then we will all go the Experimenting Room,”reminded Mum.
“Ok!”the Experimenting Room was outside the house,so I had to grab an old hijab to put on.I found a bleached blue hijab.I ran downstairs while putting my hijab on place.
“Ready Dad and Mum!”
“Good!Now,let’s go!”.

When we reached the Experimenting Room,Dad told me to pick the things that I would want to make the teddybear.I picked one maroon button,two teeny weeny black buttons,some brown wool and pink wool,some knitting stuff and a felt-materialed crown.I gathered all these stuff inside a purple basket and showed Mum and Dad.
“They are WONDERFUL materials to make our bear!”complimented Mum,”Now,I guess we get cracking!”.Firstly,I had to sketch what I want my teddy to look like.Mum and Dad were both impressed by my creativity.
“Ok,so how about if I make the bear first,then we can decorate everything?”Mum wondered.
“Yes,that would be great,”I agreed.Luckily,Mum was a really fast knitter,so she knitted the bear in no time.
“It looks fantastic Mum!” I complimented.
“Thanks hon,”Mum blushed,”Right Boss,what’s next?”
“Well,I would like to get this red and green wool stitched here,and the marroon button on top,”
“OK!” said Mum.
“Dad,what are YOU gonna do?” I questioned him.
“Look what I did,”Dad pointed out,”I tidied ALL these little bamboo boxes up,see?I do DO some stuff,you know?” I laughed at Dad,while he laughed a bit too.Normally,Dad’ll watch football and drink coffee,or read his newspapers in the bogs.

Finally,Mum was finished.It was looking absolutely FAB! I loved it so far.Next,it was my part.Since I knew a BIT of knitting abd sewing,I sewed the little felt crown to the head of the bear.After that,I stitched two little black buttons;one for the left eye,and one for the nose.I have done my part of my job now.Mum and Dad both agreed that it was getting late,so we had to tidy up and get inside the house again.Quickly,I scribbled out a sign that read,”BEAR IN PROGRESS.” then we went back inside.

TOMORROW…
This is our last day of making our teddybear(INSYALLAH!).So,I wore the same old clothes from yesterday,and set off with Mum.Dad wasn’t here,because Dad’s at the football match.
“Right,what do you want me to do?” asked Mum.
“I think you should make this pink wool into two half-circles,and one big pink circle for this bear’s tummy.Also,I would like you to make a mouth shape for this bear,” I replied confidently.Mum setted off seweing and knitting.

Wow…Mum’s done the bear.It looks super duper very AMAZING!! I hugged Mum to show a way of thanks.I really loved the bear.It was perfect.I named the bear BunBun.

—-THE END—-

 

 

Tugas 9 – Dira

Tema : Perayaaan / Festival

Petunjuk gambar : lentera,  malam

Petunjuk cerita :Hari  Raya, kue

Judul : malam  Takbiran

Nama penulis : Izdihar Faiza Ritonga

Sampul depan :g2196

Sampul belakang :g2261

Punggung buku :

g2268

Cerita :  Suatu malam Yunita  duduk di teras sambil memandang – mandang alam. Dia tidak sabar untuk  lebaran. Tiba- tiba Mimi temannya Yunita datang dia  ” Hai Yunita apa kabar ” suara Mimi mengagetkan Yunita  ”  Ha hai a apa kabar Mimi  ” sahut Yunita dengan gagap  “kamu ikut takbiran sama Aku”  ?  Tanya Mimi kepada  Yunita. “Boleh tapi aku tanya sama ibu ku duluya” sahut Yunita dia langsung berlari ke belakang dan menemui ibu nya ke belakang ” bu aku boleh ikut takbiran bersama Mimi ” tanya Yunita ” boleh ” sahut ibu dengan lembut dia pun berlari  ke kamar nya dan mengganti baju  dengan baju yang cantik. Setelah Yunita siap mengganti baju nya dia pamit ke pada ibu nya dan pergi bersama Mimi. Sesampai di tempat berkumpul  Yunita duduk dan mendengar kan rute yang  di katakan orang yang ada disitu. Selesai mendengar rute mereka langsung naik ke pick up  dan bersorak sorak. Sewaktu sudah pulang Yunita dan Mimi duduk di kursi sofa  ibu nya  Yunita memberi mereka kue  untuk  Hari lebaran nanti. ” Yun itu kan kue nya untuk Hari lebaran nanti  kok di makan “? Tanya Mimi kepada Yunita “ini di sisih kan ibuku untuk kita ” sahut Yunita sambil memakan  kue nya  “oooh, aku pikir ini untuk dihabis kan hari ini” canda Mimi membuat  Yunita tertewa.

Tugas 9 – Namira

Tema : Perayaan / Festival

Petunjuk gambar : Es krim

Petunjuk cerita : Market day

Judul cerita : Market Day

Nama penulis : Namira Fayola Ritonga

Sampul depan :

SD NAMIRA9.png

 

Sampul belakang :

SB NAMIRA9.png

Punggung buku :

PB NAMIRA9

NOTE : Untuk sampul kali ini, Namira menggambarnya menggunakan Inkscape. Menurut Namira, menggambar pakai Inkscape itu susah (mungkin karena belum mahir ya?) Tapi, ada enaknya juga. Gak perlu susah-susah membuat bentuk, karena tinggal susun bentuk-bentuk, potong sana, potong sini, dan garisnya jadi lebih lurus (walaupun di aplikasi gambar yang lain ada penggarisnya…tapi, tetap harus di gores juga kan?) dua kali Namira kehilangan gambar, karena belum di save!! Untunglah yang pertama hanya gambar es krim, jadi gak terlalu sedih kali. Selama menggambar vektor, Namira sering nanya sama Athia @athiarahima thanks yaa udah mau menerangkan…

Cerita :

Riri berjalan pulang sekolah bersama Nissa. Dia diam saja sepanjang perjalanan, selalu diam jika ditanya Nissa ini dan itu. Riri sedang memikirkan tentang market day besok yang akan diadakan di sekolahnya. “Aku sudah bilang Riri! Kita bisa menjual es krim bersama! Banyak anak-anak yang menyukai es krim!” kata Nissa sebal, karena dia sudah beberapa kali mencoba mengajak Riri untuk berbicara, tapi sedari tadi Riri diam saja, tidak menanggapi omongan Nissa. “Bagaimana menurutmu? Itu ide yang hebat bukan? Kita bisa mendirikan stan berdua dan membagi hasil dari penjualanan kita!” Nissa sekali lagi memberikan idenya. “Apakah masih sempat untuk membekukan es krim kita? Kita hanya mempunya satu hari kesempatan! Ibu guru memberitahunya mendadak sih…” Riri akhirnya berbicara setelah selama setengah jam terakhir diam membisu. “Kalau menurutku sih masih sempat Ri asal kita mau mencobanya…” kata Nissa sambil tersenyum kearah Riri. Langkah kaki Riri terhenti, dia menatap Nissa. “Apa kau yakin tentang perkataanmu itu? Terakhir kali kita memasak bersama, kau mengacaukan semuanya dengan lupa mematikan kompor…” Nissa lengsung tertawa mendengar perkataan Riri. “Itu kan dulu Ri…sudah basi….sekarang, kita bisa membuat es krim, dan kita akan berhasil!” Nissa kembali tersenyum. Dia dan Nissa tidak tahu bahwa ternyata, kedepannya semua yang di rencanakan akan gagal, walaupun pada akhirnya mereka akan berhasil dengan sedikit kerja keras….