Tugas 10-Khalisa

Tema Cerita : Fantasi

Petunjuk Gambar : *Nggak kupakai sih -_-*

Petunjuk Cerita : *Eh, apa ya… Paling : Istana sama pedang…Atau knight*

Ecrivaine : Khalisa nfs

Judul : Angel’s Trumpet

Segini aja dulu. Gambar sama ceritanya lanjut besok T^T. Ngaber soalnya *ngantuk berat*

Advertisement

Tugas 9 – Khalisa

Tema Cerita : Welcome Back

Petunjuk Cerita : Kembang Api dan Malam

Petunjuk Gambar : Sama kayak di atas kuyyy

Judul Cerita : The Last Fire Flowers

Author : Yg pasti manusia bernama Khalisa

Spoiler Cerita :

The Last Fire Flower

Dari toilet perempuan, terdengar keributan kecil, sekelompok geng sedang menindas anak perempuan lain. Keributan yang bercampur dari suara tangis, ringisan serta teriakan yang teredam.

Aku mempercepat langkah saat melihat seorang lelaki berambut hitam masuk ke dalam toilet.

“Hentikan perbuatan kalian, sekarang!” aku mendengar sang Lelaki berkata begitu.

Aku terburu-buru masuk, dan melihat Riana terduduk di lantai, di hadapan si Lelaki dan teman-temang segeng jahat itu. Mereka melihatku sekilas, lalu terbirit-birit keluar. Aku mengulurkan tangan kepada Riana, membantunya bangun.

“Temanmu ya?” si Lelaki bertanya.

Aku meliriknya,”Iya, temanku. Tapi kenapa, Kakak yang laki-laki ini masuk ke toilet perempuan?” aku balas bertanya dengan nada yang agak tinggi.

“Maaf, tadi karena mendengar keributan, aku segera masuk.” jawabnya dengna salah tingkah.

Aku mengerucutkan bibir,”Aku akan membawa temanku ke UKS dulu, lalu membawa kakak ke ruang kepala sekolah. Kakak seharusnya tidak melanggar peraturan.”

“Eh?”

***

Sampul Depan :

Sampul Belakang :

Sampul Depan :

Sampul Belakang :

Sampul Depan :

Tugas 9 – Kayla

Tema : Festival atau Perayaan

Petunjuk cerita : Kembang api

Petunjuk gambar : Malam

Judul cerita : Kembang Api Yang Menyala

Nama penulis : Kayla Azzahra Batubara

Sampul depan :

SD KAYLA9.png

Sampul belakang :

PB KAYLA9 2.png

Punggung buku :

PB KAYLA9

Cerita :

Pada sore hari ada seorang anak perempuan yg namanya Annisa, dia sering dipanggil Nissa. Anak ini sangat sederhana hidupnya. Pada awalnya, temannya yaitu Dilla sedang mengajak nisa untuk menyalakan kembang api pada malam tahun baru. Nissa lalu menjawab Bisa…, tapi jam berapa nih… hidupin kembang apinya?” “Jam 8 pas. Sampai jam delapan lewat 25 yaa… Nissa” jawab Dilla. “Iya! Aku pulang dulu ya! Mau magrib nih..” kata Nissa pamit.

BEBERAPA JAM KEMUDIAN….

“Assalamu’alaikum Nissa….. yuk main kembang apinya!” “Yuk! tunggu sebentar ya…!” Nissa menyahut dari dalam ruahnya. “Ayo! kita nyalakan kembang apinya! satu… dua… tiga…!!!!” duarrrrr….. “Wahh… cantik sekali ya..” gumam Nissa. “Iya..” kata Dilla, tersenyum. “Yaah… sudah habis kembang apinya!” kata Nissa pelan. “Tenang! Kan masih ada dua lagi ….!” kata Dilla. “Masih ada lagi ya? yeay! Yuk hidupin lagi!” kata Nissa senang. “1….2….3…. yeeeehhhh …. keren sekali! Wah! waktunya habis!” kata Nissa sambil melirik jam di tangannya.  “Baiklah! Ayo kita pulang!”  “Aku pulang dulu ya Dilla!” Nissa melambaikan tangannya. “Ya! Aku juga pamit pulang!” Dilla balas melambaikan tangannya. Hari itu, Nissa dan Dilla senang sekali…

Tugas 8-Khalisa

Wah, kok loncat ya, dari tugas 6 ke tugas 8?

*Keren, bisa loncat*

*Ngumpulin tugasnya pun terlambat*

///Slap

Tema Cerita : Cerita tentang profesi

Petunjuk Cerita : Guru

Petunjuk Gambar : Alam terbuka dan bayangan //Slap lagi

Nama Penulis : Khalisa Noor Fatiha Shasie

Cerita :

Pahlawan di Tanah Afghanistan

Tahun 3000….

Bumi bukanlah sebuah bumi lagi. Kini bumi adalah tempat bersemayam para raja—para orang yang menggunakan segala cara untuk mendapatkan segalanya. Orang-orang itu adalah para manusia yang suka korupsi. Karena tingkah laku mereka, negara mereka pun menjadi hancur. Tapi ada juga negara yang hancur karena perang saudara.

Salah satu negara yang hancur karena perang saudara adalah Afghanistan. Kini di sana tidak ada lagi yang namanya kedamaian. Yang ada hanyalah ketakutan yang hebat.

Indonesia juga termasuk dalam negara yang hancur, hancur karena pejabatnya banyak yang korupsi, sementara rakyatnya carut marut karena kebanyakan berantem yang berakhir sebagai perang saudara.

(Sebagai contoh, kemarin waktu pemilu, banyak yang komentar jelek tentang kedua capres cawapres. Siapa hayo?! Ngaku!!!)

Jika mengingat kondisi negerinya sendiri, Arin menjadi sedih. Ia menutup Qur’annya, lalu menatap langit malam Afghanistan yang gelap. Tidak ada bintang, bulan, awan atau pun cahaya.

Arin Kayla, adalah seorang siswa lulusan sekolah perawat berumur 24 tahun. Awalnya, ia menjadi perawat di Afghanistan, hingga akhirnya ia menjadi pengajar di Afghanistan, sebagai relawan. Ia mendapat modal untuk mengajar anak-anak dari PBB.

Note : padahal negara banyak yang korup ya, tapi PBB nya tetep makmur, dimakmurkan oleh duit haram a.k.a uang korupsi.

“Kak Arin…”

Arin menoleh ke arah suara, dan tampak seorang anak lelaki kecil berdiri di mulut tenda.

“Ada apa, Ali? Kenapa belum tidur?” tanya Arin seraya menghampiri Ali. Ali adalah anak berumur enam tahun di pengungsian itu, salah satu teman dekat Arin.

“Kakak juga belum tidur.” jawab Ali. Ia menatap Arin. “Kenapa? Kakak lagi sedih ya? Lagi memikirkan Indonesia ya Kak?”

Arin hanya mengangguk. “Aku memang rindu pada Indonesia.”

“Kata Kak Arin, dulu di Indonesia banyak sawahnya, hutannya lebat, dan sungainya dalam. Terus, lautnya indah banget! Ah, aku jadi mau ke Indonesia nih…” ucap Ali bersemangat.

“Di sini juga tidak kalah menarik kok, Kakak senang berada di sini, mengajar kalian.” balas Arin seraya mengelus kepala Ali. Ali hanya mengangguk senang.

“Sudah malam, ayo kita masuk.” ucap Arin.

Ali mengangguk lagi. Ia segera tidur, sementara Arin termangu di mulut tenda. Ada banyak kesulitan selama ia mengajar di Afghanistan. Tiap pagi, kalau mau salat dan mandi, harus mengambil air, dan kesulitannya adalah melalui gurun yang panjang. Selain itu, air di oase terdekat juga sudah sedikit.

Saat siang hari, suasana menjadi amat terik, seolah-olah matahari berada tepat di atas kepala. Kadang, badai pasir menempa kemah mereka. Dan ketika matahari sudah bersembunyi, sekonyong-konyong suhu turun secara drastis.

Sebenarnya, Arin agak tidak betah di Afghanistan, tapi karena anak-anak yang berharap agar dia selalu mengajar mereka, membuatnya tetap bertahan di Afghanistan.

Karakter Arin yang kuat dan teguh membantunya bertahan di Afghanistan. Hati yang kuat itu, selalu berada di jalan kebaikan.

Arin menghela napas dan beranjak. Ia tidak tau, sejak hari pertama ia berada di antara anak-anak itu, ia dijuluki sebagai Pahlawan di Tanah Afghanistan.

*Note : Ceritanya masih kurang bagus, nanti mau kuedit lagi :D*

Sampul Depan :

*Yang di atas diedit pakai Filmora juga, tapi nggak rusak*

Sampul Belakang :

Sampul Depan :

*Size nya sudah Full Size, tapi tetep aja begitu T^T*

Sampul Belakang :

Sampul Depan :

Sampul Belakang :

Sampul Depan :

Sampul Belakang :

The Last Cover without its back :

*Gambarku memang masih noob*

*Mau diketawain ya silahkan*

*Mau kasih krisar juga boleh desho*

Team Battle – Story Bazooka untuk tim Alpha

Kata kunci : Ceritakan tiga orang yang terlambat masuk kesekolah, dan tiga-tiganya punya alasan yang berbeda-beda!

Nah….buatlah alasan mereka bertiga pada cerita yang kamu buat dan tuliskan bagaimana mereka bisa lolos hukuman dengan alasan mereka itu!

Tipe : Menulis

Batas waktu : Sabtu pada pukul 12:00 MALAM

Fighting everyone…!!!!

*Bravo team*

Tugas 10 – Namira

Tema : Fantasi

Pettunjuk cerita : Ramuan

Petunjuk gambar : Surat

Judul cerita : Ramuan

Nama penulis : Namira Fayola Ritonga

Sampul depan :

SD NAMIRA10.png

Sampul belakang :

SB NAMIRA10.png

Punggung buku :

PB NAMIRA10

Cerita :

“Cepat! Cepat! Berikan kepada dia! Jangan sampai kita ketahuan!” bisik seorang anak perempuan bernama Vania. Temannya yang di sebelah, segera menyerahkan gumpalan kertasa berisi tulisan yang barusan di tulis oleh Vania. Aini, segera menyambar gumpalan kertas yang di serahkan Sasha. “Apa ini Van?” tanya Aini sambil mengerutkan keningnya. Vania melotot kesal padanya, sudah jelas-jelas Aini melihat yang di serahkan Sasha adalah gumpalan kertas, buat apa lagi di tanya? Segera buka! Vania akhirnya menunjuk kertas, kemudian pura-pura menulis di atasnya. Aini akhirnya paham, dan ber-oh pelan sambil membuka kertas yang di berikan Sasha. “Hmm….apa sih yang sangat ingin di beritahu Vania? Sampai dia menyerahkan surat seperti ini?” Aini membuka surat itu di laci mejanya, dia kemudian menunduk, agar tidak ketahuan oleh ibu guru yang sedang mengajar di depan. Isi surat itu adalah : Aini, aku punya rencana hebat! Kita bisa menggunakan laboratorium milikmu untuk melakukan rencana hebat itu! Tenang saja….semuanya akan terkendali. Aku tahu kamu bakal khawatir setelah membaca surat ini, karena itu juga reaksi yang di berikan Sasha. Pokoknya, kita harus berkumpul di rumahmu setelah pulang sekolah, (Karena kita kan makan siang di sekolah…hihihi) Jangan lupa ya!      *DARI VANIA, UNTUK SASHA DAN AINI*   

Aini tampak agak bingung dengan surat yang di tulis Vania barusan, sesuatu yang hebat? Walaupun Vania seringkali mengeluarkan ide menarik, tidak ada yang berani mencoba melakukan ide Vania. Aini dan Sasha takut kalau ternyata ide itu gagal dan membahayakan mereka bertiga. Namun, kali ini, nampaknya, Vania sudah ‘memaksa’ mereka untuk melakukan idenya. Aini menghembuskan nafas pelan, dia hanya bisa berharap ide vania akan berrhasil, meskipun dia tidak tahu apa idenya. “Aku harap, kami bertiga baik-baik saja….”  Aini berkata dalam hati, kemudian meneruskan menyimak keterangan yang di berikan ibu guru di depan kelas.

 

Tugas 8- Jaihan

Tema: Profesi

Petunjuk gambar: Dokter, putih, coklat

Petunjuk Cerita: Dokter

Judul buku: Hadiah Terbaik

Nama penulis: Dzakiyyah Jaihan

Sampul depan:

Sampul belakang:

Punggung Buku:

Cerita:

Hadiah terbaik
Matahari menampakkan diri, tak segan menyebarkan cahayanya. Sebagian cahaya itu menyentuh permukaan tanah, sebagiannya lagi menyentuh pucuk-pucuk pohon di hutan, sebagiannya lagi berhasil menembus kemah petualang sehingga membuat cahaya bergradasi. Sebagian cahaya itu dengan senang hati membelai kain jemuran yang basah, dan sebagian cahaya itu berhasil menghangatkan tubuh lembut dan tubuh perkasa, sampai kedua tubuh itu megeluarkan setetes demisetetes air.
Pohon-pohon mulai berbuah yang banyak. Beberapa buah tampak masih berbentuk bakal, beberapa lagi sudah membentuk buah muda, dan beberapa lagi tampaknya sudah matang. Bau manis buah matang itu menyebar kemana-kemana, ahh.. sedap… Hewan maupun Manusia berebut untuk memetik buah yang meneteskan air liur itu. Betapa tidak! Musim buah hanya sekali sampai tiga kali setahun. Meskipun diwaktu lain berbuah juga, tapi buahnya tak sebanyak di musim buah dan buahnya pun tak semanis sekarang ini. Bagi sekolah Petualang, saat ini adalah musim emas. Karena sebelumnya tidak ada musim buah yang buahnya semanis sekarang ini.
“Woii..!” Panggil Amer. Semua mengerumuninya.
“Lihat, banyakkan aku dapat buah..!” Harun berseru riang, dia meraih satu buah di dalam keranjang.
“Kalian berdua yang metik?” Tanya Amaroh ikutan meraih buah di dalam keranjang, tapi tanggannya berhasil dicegah Amer.
“Iya.” Jawab Amer ketus.
Aulia segera mengambil buah mangga dari keranjang biru itu. “Minta mangga satu..!” Serunya yang sudah tak tahan melihat buah mangga manis itu.
Hap! Tangannya dicegah Harun. Harun mentapnya tajam. “Enak saja! Metik sendiri dong..!”
Aulia menarik kembali tangannya. Sedangkan Harun dan Amer segera pergi menuju tepi lapangan, menikmati semua buah-buah manis itu. yang lain hanya bisa meneteskan air liur.
“Eh, Yazid. Kamu petik ya buahnya. Ya, ya, ya..!” Thalha memohon sambil memelas pada Yazid.
“Nanti aku yang metik tapi kalian yang makan.” Kata Yazid jengkel.
“Kamu kan juga ada makan.” Kata Asad menyikut Yazid.
“Mana banyak aku makan dengan kalian?” Tanya Yazid melotot, dia menatap jengkel Nazira. Nazira hanya tersipu, jelas-jelas dia yang banyak makan.
“Iya, iya. Nanti jika buahnya habis, kami lagi yang metik.” Kata Nazira meyakinkan.
“Benar, nih?” Yazid bertanya serius. Nazira mengangguk mantap, jarang mereka damai seperti ini.
“Ya, udah. Kalian bersiap dari bawah pohon.” Kata Yazid segera pergi ke pohon Mangga yang berbuah lebat. Lalu dia memanjatinya.
“Ingat! Jangan ada yang makan dulu sebelum aku turun.” Kata Yazid memperingati. Yang lain mengangguk setuju. Ini seperti perjanjian dengan TJPM saja.
Yazid mulai beraksi. Dengan lincah dia memanjati pohon mangga yang ada di tengah lapangan. Berjalan di dahan pohon yang bergoyang seakan berjalan di tanah saja olehnya. Cekatan dia memetik buah, lalu melemparnya tiba-tiba tanpa mengabari, membuat semua orang kaget dan mengejar buah-buah yang jatuh.
“Oi, Yazid! Kau tak bisa pelan?” Logat bahasa asli Aulia keluar. Yazid hanya nyengir, kan sudah aku bilang siap-siap di bawah pohon tadi, mungkin begitu pikirnya.
Satu jam setelah memanjati beberapa pohon dan memetik banyak buah, Yazid pun turun dari pohon. Pas sekali ketika kakinya menyentuh tanah, buah-buahan itu lansung diserbu. Yazid hanya bisa memandang jengkel dan sebal. Dia segera mengambil bagiannya. Eh, nggak terasa baru satu menit buah-buah itu lansung habis ludes. Metiknya lama sampai satu jam, makannya sebentar hanya satu menit.
“Yah, sudah habis.” Keluh Aulia. “Siapa nih yang congok?”
“Nggak ada yang congok Au..! Memang buahnya yang nggak cukup buat kita semua.” Jawab Nazira menenangkan.
“Lalu sipa yang mau metik lagi?” Tanya Laila menatap teman-temannya.
“Anak jantan lah..” Jawab Aulia sembari menunjuk anak laki-laki.
“Bah! Kami lagi! Kami banting tulang metik, terus kalian santap dengan santai seperti noni-noni belanda.” Kata Asad degan jengkel menolak.
“Kami nggak mau metik. Gantian dong metiknya..! giliran kalian sekarang yang metik.” Tanpa rencana anak laki-laki kompak bicara.
Anak perempuan saling tatap, bingung. Nasib mereka jika tak ada yang metik, itu artinya mereka juga tak bisa menikmati buah.
“Nazira, kamu yang metik ya..” Kata Aulia menjawil tangan Nazira.
Nazira menatapnya. “Yang lain saja. Aku terus yang metik dari anak perempuan, macam Tarzanah saja.”
“Tarzanah? Baru kali ini aku dengar.” Kata Haura tertawa geli.
“Nggak mungkin Tarzan, itu buat laki-laki.” Nazira menjawab polos.
“Oya! Aku punya ide. Bagaimana jika yang belum pernah metik buah di sekolah petualang saja yang metik?” Tanya Nazira memberi usulan. Semua mengangguk setuju, hanya Laila yang ragu setuju.
“Syifa!” Tunjuk Nazira tertawa menjahili. Syifa tak menyangka ditunjuk secepat itu, dia mulai memikir.
“Aku pernah metik!” Syifa buru-buru menjawab.
“Di sekolah petualang?” Tanya Nazira. Syifa mengangguk. Nazira mengangkat mulut bawahnya, jelas dia tak percaya.
“Kapan?” Tanya Nazira.
“Waktu kita lagi di pohon rambutan.” Jawab Syifa.
Nazira terus mencari orang yang belum pernah memetik buah, tapi semuanya sudah pernah memetik meski sekali. Akhirnya ketemu lah orang yang tak pernah memetik buah di sekolah Petualang sama sekali. Laila. ya, Laila. Dia lah yang belum pernah memetik buah di sekolah petualang sama sekali. Dia tidak ahli dalam manjat memanjat, dia juga tak punya pengalaman memanjat pohon yang tinggi. Dia tidak pernah memanjat pohon yang tinggi. memetik pernah, tapi tidak dengan memanjat. Laila memetik dengan kayu.
“Tapi aku nggak pernah metik dengan memanjat.” Laila mengeluh, wajahnya tertunduk.
“Yee, mau pernah mau nggak pernah, harus dilaksanakan.” Kata Humairoh cengesan.
Laila pun menurut. Dia segera menghampiri pohon kelengkeng yang tak kalah banyak buahnya. Pohon itu cukup tinggi dan akan sangat sulit buat Laila untuk memanjatinya. Tapi bau khas kelengkeng memang lah sangat menggoda. Laila segera memanjati pohon itu. Uhh… Sulit sekali. Begitu maksud ekspresi wajah sebalnya. Untung saja dia memakai RokCel (Rok Celana), sehingga bisa memudahkan gerakannya.
Semua orang tertawa melihat gerakannya yang tidak terbiasa dalam manjat memanjat, termasuk anak laki-laki dari kejahuan. Kaki Laila seperti mau menaiki tangga saja, sehingga menarik perhatian semua orang. Kapten, Letnan, Jenderal, dan anak laki-laki menghampiri pohon kelengkeng yang dipanjat Laila. Kini Laila seperti pertunjukan anak bayi saja, atau monyet yang memanjat pohon dengan lucu.
Plak! Belum satu meter Laila sudah terjatuh.
“Aduuhh..” Laila mengaduh pendek, semua orang tertawa.
Laila tak menyerah, dipanjatinya lagi pohon kelengkeng itu. beberapa kali dia terjatuh, tapi Laila pantang menyerah. Ketika memanjat untuk keempat kalinya, Laila berhasil karena semangat dan usaha yang tinggi. semua bertepuk tangan.
“Cepat sekali Laila naik tah-tah..!” Yazid pura-pura kagum, kalian tahu lah tujuannya apa.
Laila terus memanjat dengan cepat. Semua orang menyemangatinya. Suara gemuruh di mana-mana.
“Laila, Laila, Laila!!” Seperti ada perlombaan 17 Agustus saja.
Laila meraih dahan pohon yang ada di atas kepalanya, memegang kuat, lalu menaiki dahan itu. Laila duduk sebentar di dahan kokoh yang baru saja dinaikinya. Buah-buah kelengkeng yang bergelantungan membuatnya tak sabar untuk memetik. Laila melanjutkan lagi, dia mulai memetik.
Hap, hap! Banyak sekali kumpulan buah kelengkeng batang yang dipetiknya. Tapi semua kurang besar, kelengkeng yang besar-besar ada di ujung ranting dan dahan. Tapi itu pasti sulit untuk mengambilnya. Ah, kelengkengnya besarnya gitu-gitu aja. Jika Yazid, Asad, Nazira, atau anak laki-laki yang memetik, pasti dapet buah yang besar-besar.
Bosan sekali mereka yang di bawah mendapatkan buah yang kecil-kecil. Laila pun sebenarnya bosan juga. Tapi dia takut jatuh jika pergi ke ujung dahan.
“Lai! Coba ambil yang di ujung dahan lah..! Bosan orang di bawah!” Yazid berteriak lantang, semua orang memandangnya. Berani sekali Yazid mengatakan hal itu, sambil teriak pula, pikir mereka.
Tapi Laila hanya mengagguk. Dia memberanikan diri untuk merayap ke ujung dahan. Laila merayap seperti anak kecil, membuat semua orang tertawa kembali. Sampai lah dia di ujung dahan yang buahnya besar-besar dan banyak. Laila memetik sambil tengkurap di dahan pohon, dia takut jatuh.
“Di atas, Lai!” Seru Nazira dengan kedua tangan tertangkup di sudut bibir.
Laila mengangguk menuruti, lalu segera berdiri dengan hati-hati. Tangannya terbentang di udara, berusaha menyeimbangkan badannya. Setelah yakin telah seimbang, Laila pun menurunkan tangannya. Dia mengangkat tanga kanannya dengan hati-hati, ingin memetik buah kelengkeng di atas kepalanya.
Tapi…
Belum sempat dia memetik kelengkeng itu, tubuhnya bergoyang tak karuan. Keseimbangannya hilang tanpa sebab. Orang-orang yang tadi bersorak berubah menjadi panik, bagaimana ini? Yang paling panik kapten, jangan sampai Laila celaka hanya karena memetik buah.
“Huaaa..!” Laila terkejut manakala badannya terpleset.
Prak, prak, prak…
Laila terhentak ke beberapa dahan. Lalu….
Brak..!
Suara itu terdengar mengerikan. Sampai di permukaan tanah kepala Laila terbentur akar pohon kelengkeng yang keras. Memang tidak berdarah, tapi membiru lebam. Kakinya tampak seperti tak bertulang, mungkin patah. Kaki Laila juga mengeluarkan banyak darah. Laila antara sadar dan tak sadarkan diri. Dia tidak menangis ataupun mengaduh, dia sudah takberdaya lagi. Wajah cantiknya! Keningnya tergores, pipi kanannya lebam, bibirnya berdarah, dan pelipis kirinya tergores kuat, sehingga mengeluarkan banyak darah.
Semua menatap ngeri ke arah Laila. Mengapa di hari kemerdekaan ini harus ada kesedihan? Mengapa di hari merdeka ada darah yang tumpah juga? Ada yang bersedih juga? Ada yang tak berdaya juga? Itu lah pertanyaan mereka semua.
“Cepat gotong dia ke UKS!” Kapten memerintah dengan lantang, dia melambaikan tangannya.
Tiga Letnan maju membantu kapten menggotong Laila. Mereka membawa Laila ke UKS. Petualang dan para Jendral mengikuti. Jendral Jilan segera membuka pintu UKS. Kapten dan tiga letnan itu membaringkan Laila di Bed pasien.
“Kalian semua keluar.” Perintah jendral Jilan, Yang lain hanya menuruti. Tinggal lah petugas UKS.
Mereka memeriksa Laila. Kepala Laila tidak bisa mereka sembuhkan, peralatan tidak memadai. Kaki Laila juga tidak bisa, mereka tidak ahli dalam tulang dan saraf, mereka hanya memperban kaki Laila. Mereka hanya mengobati luka-luka ringan di badan Laila. Goresan di kening dan di pelipis kanannya diberi Alkohol, lalu dilumuri Betadine. Pipinya dikompres, lalu di olesi dengan Zambuk. Bibirnya yang berdarah diberi minyak zaitun.
Petugas UKS keluar setelah mengobati luka Laila (kecuali kepala dan kaki). Baru saja membuka pintu, semua lansung bangkit mendekati petugas UKS.
“Bagaimana keaadaannya?” Tanya kapten Zoo memandangi petugas UKS serius, kini bukan serius lagi, tapi amat serius sekali.
“Kepala dan kakinya parah, kami tidak bisa mengobati. Peralatan di sini tidak memadai dan kami juga tidak ahli mengobati luka parah.” Jawab jendral Jilan menatap Laila iba.
“Orangtuanya sudah dihubungi?” Tanya jendral Ayu serius.
Kapten Zoo menggeleng. “Kita tunggu kepala dan kakinya diobati, baru lah kita hubungi orangtuanya.” Jawab kapten Zoo, kepalanya sudah pening.
“Kita tidak boleh membebankan orangtuanya, kita yang harus bertanggung jawab. Tak ada gunanya jika kita tidak menyelesaikan keaadaan yang terjadi di area kita, jangan seperti anak kecil yang bergantung terus ke orang lain.” Jelas kapten sambil bersedekap. Semua mengangguk menyimak.
“Coba hubungi dokter rumah sakit kapten, suruh kesini.” Ah, Yazid! Ngomongnya enteng saja. Emang semudah itu…!?
“Oi! Bawa saja Laila ke rumah sakit.” Nazira menyikut Yazid, usul Nazira disambut dengan gelengan Yazid.
“Bisa tercekik kita. Bawa ke rumah sakit, nanti ceritanya jadi panjang. Suruh nginap lah, suruh pakai ini lah, suruh beli ini lah, suru urus ini lah. Lebih baik panggil dokter kesini. Bawa ke rumah sakit emang nggak pake kendaraan? Mau pake kendaraan apa? Di sini nggak ada mobil. Lagian kalau ada keadaan sekarang sedang darurat, harus pake Ambulance.” Jelas Yazid, perkataannya berbeda 180 derajat dari biasanya. Sekarang Yazid sangat serius.
Kapten mengangguk setuju dengan Yazid, memanggil dokter. kapten mengeluarkan ponselnya, lalu mengetik nomor telepon seorang dokter.
Taninung, taninung, taninung…..
Ponsel kapten bersuara kencang.
Tlit..
Panggilan itu dijawab.
“Halo.” Sapa kapten.
“Halo..!” Seseorang di seberang sana balas menyapa.
“Bisa kesini kak? Ada anak yang terluka parah, darurat.” Tanya kapten Zoo penuh harapan.
“Wadooh, maap lah Zoo. Bukannya aku tak mau bantu kau. Tapi aku lagi ada kerja di Bangkinang, nanti malam aku baru balek.” Jawab ibu yang dihubungi dengan logat bahasa khas melayu.
“Tak apa lah kak.” Kata kapten Zoo, lalu memutuskan panggilan.
Kapten Zoo menelpon lagi, tapi sia-sia. Sebagian sibuk dan sebagian lagi tak menjawab panggilan. Ah, dokter memang kerjanya sibuk terus. Tak ada lagi harapan untuk Laila, tapi apakah akan berhenti sampai di sini?
“Bagaimana kapten?” Tanya Haura, wajahnya cemas.
Kapten melambaikan tangan. Ya begitu lah. Lalu kapten Zoo pergi ke kantornya. Semua saling tatap tak mengerti. Apa Laila akan dibiarkan begitu saja? Apa mereka akan menunggu Laila meninggal?
~~~
Kapten duduk di kursi sofanya. Kepalanya pening sekali memkirkan nasib muridnya. Ini kejadian pertama yang menegangkan. Semua orang tentu meminta pertanggung jawabannya, apa lah nanti kata wali murid, bisa jadi tahun esok sekolah Petualang tak bermurid. Dia harus mencari jalan keluar, tapi bagaimana caranya?
Kapten Zoo menatap fotonya yang sedang berdiri di deretan saudara laki-lakinya, itu foto dia ketika sedang menghadiri wisuda keponakannya. Di bagian tengah terdapat keponakannya dengan menggunakan baju dan topi wisuda, di bagian pinggir sebelah kiri terdapat deretan ibu-ibu, dan deretan sebelah kanan terdapat deretan laki-laki, kapten Zoo termasuk di dalamnya.
Kapten Zoo tersenyum kecil, mengingat masa lalunya. Keponakan perempuannya itu menghabiskan masa kecil dan masa mudanya di rumah kapten Zoo sendiri. Orangtuanya sibuk bekerja, mereka tidak memiliki banyak waktu bersama anak mereka. Kapten Zoo bersedia menjaga dan merawat anak mereka. Setiap hari keponakannya itu ke rumah kapten Zoo, dari pagi hingga sehabis magrib. Meskipun sudah besar, keponakannya itu selalu bermain di rumahnya. Terkadang keponakannya ikutan masak bersama istri kapten Zoo, terkadang membantu pekerjaan rumah dengan senang hati. Kapten Zoo dan istrinya sangat menyayangi keponakannya itu, mungkin karena mereka tidak memiliki anak perempuan.
Kapten Zoo tersenyum lebar mengingat masa lalunya. Kini keponakannya itu telah sukses, lulus dari Universitas Gajah Mada. Dan kini keponakannya bekerja di Aulia Hospital, bekerja menjadi dokter umum dan…..
Tiba-tiba kapten Zoo tersenyum lebar sekali. Dia mengeluarkan ponselnya lagi. menelpon seseorang lagi, mungkin dokter juga.
Taninung, taninung, taninung….. taninung, tanin…
Tlit..
“Assalamualaikum.” Sapa Kapten Zoo.
“Waalaikumussalam. Ada apa man?” Di seberang sana seorang dokter muslimah, cantik dan muda bertanya.
“Kamu bisa ke sini, Lala?” Tanya kapten Zoo.
“Emm…” Dokter itu sepertinya memikir.
“Bisa. Lala kan cuti sebulan ini, cuti dokter baru, hehehe…” Jawab dokter itu.
Kapten Zoo merasa senang. “Kalau begituke sini sekarang ya.. Darurat.”
“Emang ada apa paman Zoo?” Tanya dokter itu.
“Di sekolah Petualang seorang anak berumur sepuluh atau sebelas tahun jatuh dari pohon. Sekarang keaadaannya sedang kritis.” Jawab kapten Zoo dengan nada khawatir.
“Innalillahi…” Sahut dokter itu.
“Ya sudah, sekarang Lala kesana ya, man.” Kata dokter itu.
“Oya jangan lupa siapkan Ikan kuah darah, ya man..” Lanjut sang dokter, ah sama saja dengan kapten Zoo suka becanda.
~~~
Tiiit, tiit…
Terdengar bunyi klakson mobil. Mobil itu menjadi perhatian para petualang, letnan, dan jendral. Mobil siapa itu? Orangtuanya Laila? Tapi itu mobil Livina, bukan mobil orangtuanya Laila. Seseorang keluar dari mobil itu, pengendaranya. Seorang perempuan berjilbab memakai kemeja dokter yang bewarna putih. Dokter muda, muslimah, dan cantik. Dokter? semua terperangah. Mereka tidak menelpon dokter lagi.
“Assalamualaikum.” Sapa dokter itu.
“Waalaikumussalam.” Semua menjawab salam dokter muda itu.
“Cepat juga kamu datang, Lala.” Tiba-tiba terdengar suara kapten. Dokter itu hanya tersipu.
“Jadi kapten yang menghubungi dokter ini?” Tanya Nazira tak sabaran.
“Iya, ini keponakan saya, namanya Lala.” Kapten memperkenalkan dokter itu. Dokter itu tersenyum hingga gigi serinya tampak.
“Mana yang sakit itu paman? Ikan darahnya nanti saja.” Tanya dokter Lala serius.
Kapten Zoo pun pergi ke UKS, yang lain mengikuti, termasuk dokter Lala. Kapten Zoo membuka pintu UKS. Terlihat Laila yang masih terbaring di bed pasien, keadaannya menyedihkan sekali. Dokter Lala begitu terkejut melihat keadaan Laila. Dia mengeluarkan stetoskop dari kopernya. Memeriksa jantung Laila. Lalu dia memencet sedikit. Iuuu… darahnya makin banyak keluar. Itu seharusnya menjadi pemandangan yang mengerikan, tapi yang namanya petualang Hitam Merah Putih berdarah berani dan kuat, mereka hanya bisa memejamkan mata. Ah, dokter Lala malah mangguk-mangguk.
“Kakinya patah.” Dua kata itu bagaikan petir di siang bolong.
“Lalu?” Tanya kapten Zoo.
“Lala akan coba obati.” Jawab dokter Lala. Kapten Zoo mengangguk puas.
“Kepalanya bagaimana tante..?” Tanya Yazid menarik-narik kemeja dokter Lala, dokter Lala hanya tersenyum.
“Tunggu diperiksa dulu lah pak..” Dokter Lala menjawab sambil menambahi sedikit bumbu gurauan. Semua tertawa, sedangkan Yazid malah garuk-garuk kepalanya sendiri.
“Dokter sama saja dengan kapten Zoo, suka bergurau.” Aulia sama saja dengan ibu-ibu, sok tahu.
“Kan ini mah anak angkat kapten Zoo.” Kata dokter Lala menepuk-nepuk dadanya.
Lalu dokter Lala pergi ke mobilnya, mengambil sesuatu. Itu adalah mesin… ah, apa lah namanya. Itu mesinnya buat periksa kesehatan bagian dalam, buat medis. Begitu saja penjelasan dokter Lala. Ah, zaman sekarang emang canggih. Ada WA, Facebook. Untuk sekolah pakai Ruang guru, untuk les elektro pakai @Cerivitas kak Sari ~Jaihan~ ^0^.
Dokter Lala memerintahkan agar semua orang keluar. Ya… Semua orang kecewa. Mau bagaimana lagi? Perintah dokter muda. Dokter Lala memulai aksinya. Cekatan dia memasang selang mesin untuk memeriksa pasien ke kepala Laila. Tinut, tinut, tinut. Hasilnya keluar di layar mesin itu. Apa lah maksud dari garis zig-zag merah dan angka juga huruf besar kecil itu? Hanya dokter yang tahu.
Dokter Lala mulai mengobati Laila. Pertama-tama, dia membedah kaki Laila. Memperbaiki posisi tulang dan lainnya. Lalu menjahit kembali kaki Laila dan memperbanya dengan perban yang bagus. Kaki Laila juga di lumurinya semacam obat. Lalu kepala Laila, dia membedah juga. memperbaiki tulang kepala yang sedikit keluar dari posisi. Lalu memasukkan berbagai obat dan cairan kedal kepala Laila. Setelah itu dia menjahit kembali kepala Laila. Dia sudah macam montir saja. Keringatnya sudah mulai keluar, maklum saja. Meskipun ruangan UKS ber AC, dia tetap merasa panas. Ini kan pengalaman pertamanya menangani orang yang terluka parah. Sebelumnya dokter Lala menangani pasien hanya dengan memberikan obat (Namanya dokter baru dan masih muda Jaihan..!!).
Selesai sudah kerjanya. Eits.. belum… (Jangan bosan ya Guys…^v^). Dokter Lala memasang kemabali selang-selang, ada yang ingin diperiksanya lagi. Dia mengetik sesuatu (Ini dokter apa penulis sih..?). Lalu dia memasukkan beberapa cairan kedalam mesin, dia memasukkan cairan itu kedalam sebuah lubang yang ada pada mesin itu. Ahhh… ajaib!! Mesinnya nggak rusak (Ihh.. Jaihan pura-pura nggak tahu nich..). Perlahan-lahan cairan itu masuk kedalam badan Laila lewat selang tadi.
~~~
Sliiit….top.
Dokter Lala keluar dari ruangan UKS. Wajahnya berseri-seri bagai cahaya. Semua orang ikut berseri, mereka tahu, ada kabar gembira.
“Alhamdulillah. Kepalanya sudah saya obati. Kakinya mengalami patah, tidak terlalu parah, saraf dan tulangnya sedikit melemah. Tiga atau empat hari lagi kakinya sudah bisa bergerak. Saya sudah bantu memperkuat tulang kaki dan kepalanya.” Jelas dokter Lala mengabari, disambut dengan rasa senang petualang.
“Tapi kakinya akan sedikit pincang untuk sementara.” Lanjut dokter Lala mengabarkan kabar buruknya.
“Hal itu sampai berapa bulan?” Tanya Yazid sok dewasa.
“Mungkin tiga bulan. Makanya jangan diganggu selangnya..” Jawab dokter Lala sembari mencubit dagu Yazid, Yazid menggosok dagunya yang dicubit.
“Dokter…” Panggil Haura mendekati dokter Lala.
Dokter Lala menatap Haura tersenyum. “Ada apa?”
“Boleh kami melihat?” Haura balik bertanya, tangannya menunjuk Laila yang tengah terbaring (Laila masih pingsan).
“Mengapa tidak boleh? Kau kan temannya.” Jawab dokter Lala. Haura mendengus, tadi saja dokter Lala suruh keluar.
Mereka masuk. Laila terbaring, kakinya dibalut perban dan dipasang selang. Kepalanya juga dibalut perban dan banyak sekali selang yang dipasang, mungkin lima atau enam atau tujuh atau…. bla,bla..
Laila masih belum sadar, lama sekali dia sadar. Petualang mulai bubar, melakukan aktivitas seperti hari-hari biasa. Hanya ada dokter Lala di UKS, dia menemani Laila. Oi, dokter Lala emang dokter yang baik. Berangsur-angsur garis zig-zag merah berubah menjadi kuning, angka-angka di layar mesin berubah menjadi rendah, dan hurufnya juga berubah, seperti G menjadi E. Senyum lebar mulai tergambar di wajah dokter Lala. Dia mengusap kepala Laila.
Hari mulai senja, langit begitu indah dihiasi warna oren kemerah-merahan……
Gelap seperti ruangan tak berlampu, hitam seperti rambut, dan luas seperti lapangan. Laila perlahan membuka matanya. Semua buram dan tak jelas. Dunia ini seperti berputar kencang. Auuu.. Laila merasakan sakit pada kepalanya. Dia menggeser kakinya sedikit. Uuuhh… Rasanya tumpul sekali dan sedikit sakit. Perlahan-lahan pandangannya mulai normal, tidak lagi kabur. Orang yang pertama dilihatnya setelah sadar adalah dokter Lala.
Laila Bingung, dia mencoba untuk mengingat hal yang terjadi. Bukankah tadi dia berada di atas pohon? Hendak memetik buah di ujung dahan? Lalu dahan itu bergoyang dan dia jatuh? Setelah itu dia tidak tahu kemana pandangannya, antara sadar dan tak sadar. Lalu? Apa yang terjadi pada dirinya? Dia berada di Rumah sakit? Lalu apa selang-selang ini? Seperti selang infus. Mengapa kepalanya sakit? Apa kepalanya terbentur? Ada apa dengan kakinya? Susah sekali digerakkan. Mengapa kaki dan kepalanya diperban? Ada apa dengan dirinya? Siapa perempuan ini? Berbaju putih? Dokter? Mana teman-temannya? Mana kapten Zoo? Mana para letnan? Mana Jenderal? Mana mereka yang tadi bersorak-sorak memberi dukungan pada dirinya?
Laila bangkit hendak duduk. Dokter Lala membantunya duduk, menegakkan bantal agar Laila bisa duduk. Laila tersenyum kecil, dibalas dengan senyum dokter Lala yang lebar.
“Dokter?” Tanya Laila perlahan.
Dokter Lala mengangguk. “Saya dokter Lala….”
“Ini Rumah sakit?” Laila bertanya lagi, menatap langit-langit ruangan.
Dokter Lala menggeleng sembari mengusap kepala Laila. “Kamu di UKS, sayang…”
“Sekolah Petualang?”
Dokter Lala mengangguk, dia tetap tersenyum.
“Ini apa?” Tanya Laila sembari memegang selang, cairan di dalam selang itu masih mengalir.
“Selang untuk mengirimkan obat ke dalam badan kamu, Laila…” Jawab dokter Lala tambah ramah.
“Dokter tahu nama saya?” Tanya Laila tersenyum-senyum.
“Teman-temanmu sering mengucapkan itu.”
Laila mengangguk.
“Kepala mu terbentur, kaki mu patah kecil, hanya berlansung empat hari. Tapi kaki mu akan akan pincang hingga tiga bulan.” DokterLala menjelaskan secara singkat.
Sliiit… top.
Pintu dibuka oleh dua orang. Waahh… Laila kenal siapa mereka!! Umi dan Abi!
“Umi!! Abi!!” Laila berseru senang.
Dokter Lala ikutan senang.
“Emm…” Dokter Lala seperti sedang memikir.
“Oya! Laila belum makan, kan? Sini saya ambilkan makanan.” Dokter Lala beranjak keluar.
Umi Laila memegang tangan dokter Lala.
“Tidak usah. Saya sudah bawa makanan.”
Dokter Lala tersenyum, tetap keluar (Mungkin dokter Lala mau makan Ikan kuah arah, kali ya? ^U^). Laila disuapin umi makannya. Tapi umi tidak bisa lama-lama, begitu peraturannya. Eahhh.. Lagian kan ada dokter Lala yang cantik dan baik hati. Malam itu Laila tidur di UKS
~~~
Benar kata dokter Lala. Setelah tiga hari, keadaan Laila membaik. Garis zig-zag sudah bewarna hijau. Semua bersorak. Laila tidak tidur di UKS lagi, horee.. (Ah, aneh. Enakan tidur di ruangan lah, daripada tidur di kemah, banyak nyamuk).
Hari ini hari Rabu, pagi. Laila akan berlatih jalan, setelah lama baring dan duduk di bed pasien (Keenakan dia!^8^). Laila memakai sepatunya.
“Jangan pakai sepatu itu, ntar nanti jatuh.” Komentar dokter Lala, tangannya ada di balik punggung, sepertinya dokter Lala punya sesuatu.
“Lalu pakai sepatu apa dokter?” Tanya Haura bingung.
Dokter Lala menyungging senyum. “Pakai ini! Sepatu untuk orang sakit.” Dokter Lala mengeluarkan tangannya.
“Wah itu untuk Laila?” Tanya Aulia sumringah.
“Di pinjam. Ini punya rumah sakit.” Jawab dokter Lala. Aulia membuka mulutnya lalu men ‘oh’ kecil.
Laila memasang sepatu coklat itu. Dia mulai berdiri, berjalan perlahan-lahan. Semua bersorak senang. Tiga hari yang lalu semua bersorak menyemangatinya memanjat. Kini semua bersorak menyemangatinya berjalan.
Hup..! Laila terjatuh setelah tiga langkah. Laila bangkit berdiri, melangkah kaki lagi. Hup! Dia terjatuh setelah enam langkah, Laila bangkit melangkah lagi. hingga beberapa kali dia terjatuh, tapi Laila pantang menyerah. Akhirnya Laila bisa berjalan lancar, tapi dia masih pincang, badannya masih goyang. Semua bertepuk tangan.
Laila menjalani hari-harinya seperti biasa, tapi sedikit berbeda. Laila lebih banyak berjalan hari ini. Hingga senja menjelang. Laila pulang ke kemah. Dia mengambil sesuatu dari koper tempat koleksinya. Pot bunga yang sangat cantik dengan bunga yang dibuatnya dari pipet (Tangkai bunga) dan kapas (Bunga). Bunga Dandelion di dalam pot cantik. Dia memasukkan pot dan bunga itu ke dalam kotak mika, lalu diikatnya dengan pita.
Laila bangkit berdiri. Dia menemui dokter Lala.
“Dokter Lala..!!” Laila berseru histeris sembari melambaikan tangan.
Dokter Lala mendekat. “Ada apa Laila? Histeris banget..!!”
“Ini dokter Lala..!!” Laila memberikan kotak mika itu. “Hadiah sebagai ucapan terimakasih buat dokter Lala.”
Dokter Lala terharu. “Ini hadiah terbaik.” Dokter Lala mengusap kepala Laila. Laila menyungging senyum, senyum yang manis sekali dari biasanya.
“Tapi, ada hadiah yang lebih baik dari ini.” Lanjut dokter Lala. Laila menunduk, pasti pasien-pasiennya memberikan hadiah yang mahal dan bagus dari pot ini, Pikir Laila.
“Jangan bersedih putri kecil…” Dokter Lala tersenyum. “Hadiah terbaik bagi seorang dokter adalah pasiennya yang sembuh karena jasanya, dan hadiah yang paling baik ada lah pasiennya yang pertama kali sembuh setelah menglami sakit parah. kamu lah orangnya Laila… Selama ini saya tidak pernah tahu, apakah pasien saya sembuh atau tidak? Karena saya hanya memberikan obat. Kamu Laila, sudah sembuh karena jasa ku.” Perkataan dokter Lala membuat Laila tersenyum manis. Perkataan dokter Lala begitu melekat pada hati Laila.

Tugas 7 – Kayla

Tema : Misteri

Petunjuk cerita : Kehilangan

Petunjuk gambar : Jejak

Judul cerita : Misteri Perkemahan Horror

Nama penulis : Kayla Azzahra Batubara

Sampul depan :

SD KAYLA7.png

Sampul belakang :

SB KAYLA7.png

Punggung buku :

PB KAYLA7

Cerita :

 Di sore hari Meikita bermain sepeda bersama Dasya sahabat nya. Mereka berjalan jalan dengan menaiki sepeda, lalu Dasya berkata, “hey… Meikita! Kamu mau ikut denganku ke perkemahan horor ? Kalau kamu mau ikut nanti katakan ya kepadaku….” kata Dasya . Meikita menjawab, “Sebenar nya mau sih….. boleh saja aku pergi. Tapi aku belum memenuhi perintah mamaku…” “Kalau begitu begini saja! Sekarang kamu kerjakan tugasmu apapun itu yang diberikan dari mamamu…” sahut Dasya. “Baiklah kalau begitu aku akan pulang dan mengerjakan apa saja yg diperintahkan oleh mamaku dirumah!”  Sesampainya di rumah, Meikita bertanya kepada mamanya, “Mama, boleh tidak meikita ke perkemahan horor? Karena Meikita penasaran sensasinya supaya berpengalaman sedikit” “Yah…. boleh, tapi syaratnya ada dong ! Masa’ Meikita hampir lupa kalau Meikita ingin sesuatu harus mengajukan syarat…” Mama tersenyum. “mama apa sih syarat nya?” “Mau tahu gak yah…” Mama menggoda Meikita. “Ihh … mama rusuh! Meikita merajuk deh!” kata Meikita sambil pura-pura cemberut. “Hem… iya deh, mama kasih tahu ya…Meikita harus mencuci piring setiap hari. Selain itu ada 2 tugas lagi yaitu menyapu dan mengepel!” “Baiklah ma! Sekarang Meikita akan membersihkan piring!” Meikita pergi ke dapur untuk mencuci piring. Sek…sek…selesai tugas pertama Meikita , lanjut mengepel. Setelah memperas pel nya Meikita langsung mengepel dari ruang tamu, kamar pertama, kamar kedua, kamar ketiga dan sampai dapur. Setelah itu dia menyapu, berberes beres. Setelah selesai semua dia langsung berkata kepada mamanya “Ma! Sudah selesai!” Mama tersenyum “Baiklah! wah… bersih sekali Meikita!” kata mama . “Oh ya! boleh nggak besok Meikita pergi keperkemahan horor bersama Dasya? “Boleh tapi ingat besok harus berhati hati dijalan ya…” Meikita mengangguk, “Iya ma!”

 

To Be Continued ya…

Tugas 9 – Dira

Tema : Perayaaan / Festival

Petunjuk gambar : lentera,  malam

Petunjuk cerita :Hari  Raya, kue

Judul : malam  Takbiran

Nama penulis : Izdihar Faiza Ritonga

Sampul depan :g2196

Sampul belakang :g2261

Punggung buku :

g2268

Cerita :  Suatu malam Yunita  duduk di teras sambil memandang – mandang alam. Dia tidak sabar untuk  lebaran. Tiba- tiba Mimi temannya Yunita datang dia  ” Hai Yunita apa kabar ” suara Mimi mengagetkan Yunita  ”  Ha hai a apa kabar Mimi  ” sahut Yunita dengan gagap  “kamu ikut takbiran sama Aku”  ?  Tanya Mimi kepada  Yunita. “Boleh tapi aku tanya sama ibu ku duluya” sahut Yunita dia langsung berlari ke belakang dan menemui ibu nya ke belakang ” bu aku boleh ikut takbiran bersama Mimi ” tanya Yunita ” boleh ” sahut ibu dengan lembut dia pun berlari  ke kamar nya dan mengganti baju  dengan baju yang cantik. Setelah Yunita siap mengganti baju nya dia pamit ke pada ibu nya dan pergi bersama Mimi. Sesampai di tempat berkumpul  Yunita duduk dan mendengar kan rute yang  di katakan orang yang ada disitu. Selesai mendengar rute mereka langsung naik ke pick up  dan bersorak sorak. Sewaktu sudah pulang Yunita dan Mimi duduk di kursi sofa  ibu nya  Yunita memberi mereka kue  untuk  Hari lebaran nanti. ” Yun itu kan kue nya untuk Hari lebaran nanti  kok di makan “? Tanya Mimi kepada Yunita “ini di sisih kan ibuku untuk kita ” sahut Yunita sambil memakan  kue nya  “oooh, aku pikir ini untuk dihabis kan hari ini” canda Mimi membuat  Yunita tertewa.

Tugas 9 – Namira

Tema : Perayaan / Festival

Petunjuk gambar : Es krim

Petunjuk cerita : Market day

Judul cerita : Market Day

Nama penulis : Namira Fayola Ritonga

Sampul depan :

SD NAMIRA9.png

 

Sampul belakang :

SB NAMIRA9.png

Punggung buku :

PB NAMIRA9

NOTE : Untuk sampul kali ini, Namira menggambarnya menggunakan Inkscape. Menurut Namira, menggambar pakai Inkscape itu susah (mungkin karena belum mahir ya?) Tapi, ada enaknya juga. Gak perlu susah-susah membuat bentuk, karena tinggal susun bentuk-bentuk, potong sana, potong sini, dan garisnya jadi lebih lurus (walaupun di aplikasi gambar yang lain ada penggarisnya…tapi, tetap harus di gores juga kan?) dua kali Namira kehilangan gambar, karena belum di save!! Untunglah yang pertama hanya gambar es krim, jadi gak terlalu sedih kali. Selama menggambar vektor, Namira sering nanya sama Athia @athiarahima thanks yaa udah mau menerangkan…

Cerita :

Riri berjalan pulang sekolah bersama Nissa. Dia diam saja sepanjang perjalanan, selalu diam jika ditanya Nissa ini dan itu. Riri sedang memikirkan tentang market day besok yang akan diadakan di sekolahnya. “Aku sudah bilang Riri! Kita bisa menjual es krim bersama! Banyak anak-anak yang menyukai es krim!” kata Nissa sebal, karena dia sudah beberapa kali mencoba mengajak Riri untuk berbicara, tapi sedari tadi Riri diam saja, tidak menanggapi omongan Nissa. “Bagaimana menurutmu? Itu ide yang hebat bukan? Kita bisa mendirikan stan berdua dan membagi hasil dari penjualanan kita!” Nissa sekali lagi memberikan idenya. “Apakah masih sempat untuk membekukan es krim kita? Kita hanya mempunya satu hari kesempatan! Ibu guru memberitahunya mendadak sih…” Riri akhirnya berbicara setelah selama setengah jam terakhir diam membisu. “Kalau menurutku sih masih sempat Ri asal kita mau mencobanya…” kata Nissa sambil tersenyum kearah Riri. Langkah kaki Riri terhenti, dia menatap Nissa. “Apa kau yakin tentang perkataanmu itu? Terakhir kali kita memasak bersama, kau mengacaukan semuanya dengan lupa mematikan kompor…” Nissa lengsung tertawa mendengar perkataan Riri. “Itu kan dulu Ri…sudah basi….sekarang, kita bisa membuat es krim, dan kita akan berhasil!” Nissa kembali tersenyum. Dia dan Nissa tidak tahu bahwa ternyata, kedepannya semua yang di rencanakan akan gagal, walaupun pada akhirnya mereka akan berhasil dengan sedikit kerja keras….

[CLOSED] Team Battle – Story Bazooka untuk tim Alpha

Kata kunci : Mencintai diri sendiri / Love Who You Are by Harris J.

Tuliskan sebuah cerita yang ada unsur tentang lagu itu!

Tipe : Menulis

Sewaktu mencari lagu ini di youtube, tulis aja : Harris J. Love who You Are. (Soalnya Namira malas kalau harus kasih link lagi. Buka aja di laptop atau HP masing-masing yaa…)

Batas waktu : 16/08/2019 Kamis pada pukul 12:00 MALAM

Fighting Everyone!!!

*Bravo team*